MANA mungkin bisa? Mereka itu apa? Sampah!!! Hina!! Pendosa!!! Musuh!!! Harus dibasmi dan harus diberantas!!! Apa sedemikian buruknya mereka sampai kita tidak bisa belajar dari mereka?
Hancur hati saya sewaktu mendengar bahwa ada hasil penelitian di daerah Indonesia Timur sana yang mengungkapkan bahwa sekelompok anak usia belia yang terpaksa menjadi pekerja seks komersial karena tuntutan ekonomi. Mereka dibuang dan dijual oleh keluarga mereka sendiri karena sudah tidak mampu menghidupi dan membesarkan mereka lagi. Mau tahu apa bayaran mereka? Cukup tiga batang rokok!!! Bila ada yang memberikan sebungkus nasi, itu mereka anggap sebagai berkat yang sangat luar biasa. Tidak setiap hari mereka bisa makan!!! Tidak bisa setiap saat mereka bisa mendapatkan nasi!!!
“Masa sampai sebegitunya, sih, Mas?”
“Iya!!! Bener!!!”
“Kasihan amat!!!”
“Banget!!! Mereka itu korban.”
“Korban apa, Mas?”
“Ada yang dijual sama Bapaknya hanya dengan imbalan dua ratus lima ribu doang!!!”
“Tega banget!”
“Habis mereka susah, sih!!!”
“Miskin banget, ya?!”
“Wah, lebih dari miskin. Sengsara!!!”
“Apa ada yang kita bisa perbuat?”
“Susah kalau hanya kita sendiri.”
“Iya juga, sih! Memangnya banyak banget, ya?!”
“Wah, seratusan anak, sih, ada!”
“Gimana, ya?”
“Semua harus ikut berpartisipasi. Baru kita bisa!”
“Betul, tapi bagaimana caranya?”
“Itu, dia yang harus kita pikirkan!”
Sepenggal percakapan saya dengan Mas Aji Purnianto, seorang peneliti lepas dari UNICEF, yang membuat saya tidak bisa tidur semalam suntuk!!!
Saya membayangkan anak-anak yang tinggal di perkampungan dekat pantai itu. Kehidupannya sehari-hari. Kemiskinannya. Kemelaratannya. Hinaannya. Siksaannya. Apalagi kalau mereka sedang harus melayani pelanggan sementara mereka juga harus menahan perih dan sakit di lambung akibat rasa lapar. Aduuuuhhhhhh!!!! Mules, nggak, sih?!
Ya, Tuhan!!! Apa daya saya?!
Sekarang ini saya memang belum mampu membantu, tetapi saya jadi berkaca pada mereka. “Mereka adalah korban”. Kata-kata itulah yang terus terngiang di dalam hati dan benak saya. Korban politik? Korban ekonomi? Korban budaya? Korban ketidak pedulian? Korban kehidupan? Korban dan korban terus? Apa harus terus jadi korban??? Bagaimana kalau kita mencoba melihat dari sisi mereka?!
Saya yakin bahwa pasti ada rasa marah di dalam hati anak-anak itu. Tetapi pasti juga ada sebagian di antara mereka yang memang merasa tulus dan ikhlas menjalani semuanya. Merasa bahwa telah membantu orang tua dan keluarga. Patuh dan taat. Membebaskan tugas. Meringankan beban. Menerima semua kehidupan yang mereka jalani sekarang ini sebagai satu-satunya cara yang mereka ketahui untuk memberikan yang terbaik.
Perlu kita ingat bahwa mereka itu adalah anak-anak polos yang sedari kecil tidak pernah merasakan kehidupan yang lain selain kesusahan dan kemelaratan. Tidak pernah pergi dari lingkungan sekitar tempat pelacuran itu. Mereka hanya tahu tempat itu. Mereka hanya tahu di situlah mereka hidup. Mereka hanya tahu itulah kehidupan yang sesungguhnya. Benar atau salahnya, berbeda dengan benar dan salahnya kita. Salah kalau mereka kabur dan tidak melayani pelanggan. Benar bila mengikuti peraturan di sana dan memuaskan pelanggan. Kepuasan mereka adalah makan. Hanya makan.
Bagaimana dengan saya? Saya ingin ini. Saya ingin itu. Saya maunya begini. Saya maunya begitu. Mau, mau, dan mau terus!!! Tidak pernah ada hentinya!!! Tidak pernah ada puasnya!!! Kurang terus!!!
Tidak ada salahnya memiliki keinginan. Tidak ada salahnya memiliki rasa mau. Tetapi alangkah baiknya bila kita bisa mensyukuri segala nikmat yang telah kita terima dan kita dapatkan. Tidak ada yang lebih indah selain bisa merasakan semua itu dengan segenap hati, pikiran, dengan menggunakan seluruh panca indera dan tubuh yang kita miliki ini. Rasakan bagaimana air dan nasi yang kita telan itu masuk ke dalam mulut, dikunyah, ditelan, masuk ke dalam lambung, dicerna, diserap, masuk ke dalam darah, dialirkan ke seluruh tubuh. Luar biasa!!!
Jadilah manusia yang positif. Positif hati, pikiran, dan perbuatan. Janganlah kita terlalu sering merendahkan dan menghina para pekerja seksual itu. Kita bisa belajar banyak dari mereka.